Jumat, 27 Januari 2017

AMPURA DAN KEMANDIRIAN PANGAN

Pagi ini para pemuda nusantara (AMPURA) berkumpul dalam rangka sharing demi mewujudkan sebuah kemandirian nah untuk awalnya dimulai dari segi pertanian untuk mewujudkan sebuah kemandirian pangan,
nah dalam mewujudkannya tentu menemui banyak masalah dari kondisi tanah, hama, dll
sesuai petunjuk Bpk Kyai tanjung jika menemui masalah maka musyawarahkan untuk menemukan solusinya,
sharing para ampura dengan ahli pertanian di pomosda




















dibina oleh cak mat tentang bagaimana cara mengolah tanah mengatasi hama penyakit dll

PEMBUKA ALFATEHAH



PEMBUKA (sehingga dalam kerajaan Allah; Malikul Mulk) “BI-AYYAMILLAH”
Membuka kesadaran diri pada “essensi” Syukur’, yakni “ta’dzanna rabbukum; (Allah tidak menampak di permukaan Bumi sehingga membuat wakil) untuk menyeru atas mengadanya “Al-Ghaybullah” sebagai butiran iman, yang menyempurnakan dan menggenapi perilaku dan perbuatan baiknya dan berdunianya supaya tidak dalam kesia-siaan. Lahir berdunia dengan tatanan syareat (syara’a adalah (bagai) air sungai yang mengalir menuju laut sebagai sumber kehidupan) dan yang batin; hati nurani “ingat” dengan dzikrullah dalam keadaan apa saja, dimana saja dan dalam keadaan apa saja dan bagaimana saja.
Penyeru (perihal) TuhanMu (untuk ditunjukkan Keberadaan Al-GhaybNya). Membuka mengenai “DIA” Al-Ghaybullah. “Dia, Yang menjadikan ‘pendengaran’, dan ‘penglihatan’ dan “Al-Afidah” (untuk menyimak, memperhatikan, mengamati, mencermati, menelaah, dan adanya kecerdasan akal pikiran rasional menuju pembuktian persaksian pada titik temu dua Dzat di dalam Hati nurani, yakni kesadaran hakekat fitrah manusia yang asal fitrah manusia dari Fitrah Allah sendiri dapatnya bersatu kembali dalam “persaksian” hakekat fitrah kemanusiannya, sehingga dapat menghadapkan wajah hati nurani untuk hadir kepada diri Dzatullah). Kesadaran atas KEFAQIRAN sebagai hamba, maka akan sangat kuat kebutuhannya untuk menuju kepada Keberadaan Diri Tuhannya (dalam persaksian yang sesungguhnya), sebab hanya jika dalam kesadaran bersama dengan Ahadiyat Tuhan, maka hidup dan kehidupannya didalam nilai dan makna penghambaan, dan hanya dengan memakrifatiNya, maka mengenaliNya, maka mendzikiriNya, dan hanya dengan dzikr hati menjadi tentram.(bukan dalam sekedar keyakinan tanpa bukti, juga bukan kira-kira, prasangka, tafsir-tafsir dan kira-kira)
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ١
Bersama (Dengan Dzat Al-GhaybNya) Yang EmpuNya Nama Allah, (Dialah) Yang Maha luas SayangNya (meliputi bagi semua makhlukNya dimuka Bumi) dan (Dialah) Yang Maha kekal KasihNya (bagi hamba-hamba-Nya yang diKasihi).
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢
Hanya bagi-Nya segala bentuk pujian, Tuhan semesta alam (Sang Pencipta, Sang Pemilik, Sang Kuasa, Sang Pemilik Daya dan Kekuatan. Dan tempat Asal mula kejadian/ keberadaan dan tempat Kembali segala sesuatu, Kemuliaan, Keagungan, Kekuasaan, Kekuatan Kesucian, Mutlak Milik-Nya, sebab hamba adalah feqir tidak bisa apa-apa dan tidak ada apa-apanya, tempatnya salah, tempatnya kurang dan tempatnya dosa).
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٣
 مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ ٤
(Nyata) DIA adalah Maha Kasih dan (nyata) DIA Maha Sayang. Pemilik Kerajaan, Penguasa yaumiddin (hari Addiin; kesadaran dalam kerajaan, kekuatan dan kekuasaan Allah; kehidupan sehari-hari dalam kesadaran al-khudhu’ al-mutlak, apapun bentuk aktifitas dan kegiatan yang dilakukan setiap saat setiap waktu; (jika digurukan kepada Guru Yang Haq dan Sah dalam mata rantai silsilah Gulowentah).
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥
Hanya kepada Engkau kami mengabdi (beribadah, menyembah hingga hadir seyakinnya nyata dikenali KeberadaanNya di dalam rasa hati), dan hanya kepada Engkau kami memohon belas kasih dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan (dan semua aktifitas kegiatan berdunia diniatkan, ditujukan dan ditekadkan untuk pemrosesan diri kembali kepada Diri Dzatullah hingga sampai, hingga selamat jika sewaktu-waktu masa pakai jasad habis),
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦
(selalu) Tunjuki kami jalan kembali kepada-Mu jalan Shiratal Mustaqim (untuk dapatnya selalu istiqamah dan tegaknya “ingatan” hati nurani kepada Keberadaan Engkau: yang Lahir menjalankan tatanan syareat baik ritus ataupun ammah (semua sebagai satu siklus kehidupan ber-addiin), dan yang pada batin didalam hati nurani menjalankan hakekat yakni ingatnya Keberadaan Diri Dzatullah Yang Al-Ghayb dalam hati nuraninya).
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧ 
(itulah) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat (yaitu) orang-orang yang telah sampai dengan hati selamat karena mengetahui pintu pulang kembali lagi kepada (Keberadaan)Nya, (mengetahui asal-usul kejadian dan mengetahui tempat kembali dengan butiran iman.

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
الرعد – ٢٨
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati (dzikrullah, adalah mengenali Keberadaan Al-Ghaybullah; syarat mutlak disebut beriman adalah “yukminuuna bilGhaybi) menjadi tenteram karena mengetahui cara dzikr.
Mereka inilah yang telah kembali, dan bukan (jalan) mereka yang Engkau murkai (karena keakuan dan ego wujud diri, diaku pandainya, diaku bisanya, diaku pintarnya. Kemulian yang diaku, kekuasaan yang diaku, kekuatan yang diaku, keagungan yang diaku, merasa cukup, merasa telah paling benar dan merasa paling suci, ujub, arogan, sombong, riya’, iri, dengki, sum’ah, ujub dan takabur), dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (sebab tanpa tanpa Al-‘ilmu, tanpa CahayaNya, tanpa Al-Huda, tanpa nadziron, menjadi gelap; memang, dunia ini pada dasarnya gelap segelap dada tanpa cahayaNya sehingga mengira-ngira, menafsir-nafsir, meraba-raba, selalu dalam prasangka, sehingga dalam menjalani beragama dari jalan katanya (buku, sosmed, media, seseorang tanpa hujah), menuju katanya, maka “perolehannya” adalah katanya).

لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا
 النّساء : ١٢٣
(Pahala dari Allah dan surga) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.
Ttd

Kyai Tanjung